Nur Ainun Afiah
Nur Ainun Afiah
Nur Ainun Afiah, lulusan sarjana Universitas Hasanuddin. Aktif dalam bidang kepenulisan sejak 2020. Pernah menjabat Redaktur Pelaksana PK identitas Unhas 2023, editor buku biografi Prof. Basri Hasanuddin, dan satu dari dua penulis buku Apa dan Siapa Kru identitas.

10 Cara Menghindari Doomscrolling dan Zombie Scrolling

Daftar Isi

Pendahuluan

Di era digital saat ini, penggunaan media sosial dan akses tak terbatas ke informasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Namun, di balik kemudahan ini, muncul fenomena yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan produktivitas kitadoomscrolling dan zombie scrolling.

Kedua istilah ini menggambarkan kebiasaan buruk dalam mengonsumsi konten digital yang sering kali tidak disadari, tetapi dapat memengaruhi kesejahteraan emosional dan fisik seseorang.

Nasmedia akan membahas apa itu doomscrolling dan zombie scrolling, dampaknya, serta cara-cara efektif untuk menghindarinya.

Apa Itu Doomscrolling?

Doomscrolling adalah kebiasaan terus-menerus mencari dan membaca berita atau konten negatif di media sosial atau platform berita, meskipun informasi tersebut membuat seseorang merasa cemas, sedih, atau tertekan.

Istilah ini berasal dari kata “doom” (malapetaka) dan “scrolling” (menggulir), yang menggambarkan bagaimana seseorang terjebak dalam siklus membaca berita buruk tanpa henti, seperti bencana alam, konflik politik, atau krisis global.

Fenomena ini sering dipicu oleh keinginan untuk tetap “terinformasi” atau rasa takut ketinggalan informasi penting (fear of missing out, atau FOMO).

Namun, alih-alih merasa lebih paham, doomscrolling sering kali membuat seseorang merasa kewalahan, pesimistis, dan kehilangan harapan.

Misalnya, selama pandemi Covid-19, banyak orang terjebak dalam doomscrolling saat mereka terus-menerus membaca berita tentang jumlah kasus, kematian, atau ketidakpastian ekonomi.

Apa Itu Zombie Scrolling?

Di sisi lain, zombie scrolling mengacu pada kebiasaan menggulir media sosial atau konten digital secara otomatis, tanpa tujuan yang jelas, seperti seorang “zombie” yang bergerak tanpa kesadaran penuh.

Ini terjadi ketika seseorang membuka aplikasi seperti Instagram, TikTok, atau X, lalu menghabiskan waktu berjam-jam untuk menggulir tanpa benar-benar memproses informasi yang dilihat.

Zombie scrolling sering kali dilakukan saat seseorang merasa bosan, lelah, atau mencari pelarian dari stres, tetapi justru berujung pada kehilangan waktu dan energi.

Berbeda dengan doomscrolling yang berfokus pada konten negatifzombie scrolling lebih tentang kebiasaan konsumsi konten yang tidak terarah, baik itu video lucu, meme, atau unggahan acak.

Artiket Terkait:  5 Rekomendasi AI Untuk Membuat Materi PPT

Meski terlihat tidak berbahaya, kebiasaan ini dapat mengurangi produktivitas, mengganggu tidur, dan bahkan meningkatkan perasaan kosong atau tidak puas.

Dampak Negatif Doomscrolling dan Zombie Scrolling

Kedua kebiasaan ini memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental, fisik, dan produktivitas seseorang.

Berikut adalah beberapa dampak negatifnya:

  1. Kesehatan Mental Terganggu

Doomscrolling sering kali memicu kecemasan, stres, dan perasaan putus asa karena paparan berulang terhadap berita negatif.

Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi berita buruk yang berlebihan dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan dan depresi.

Sementara itu, zombie scrolling dapat membuat seseorang merasa tidak berdaya atau kehilangan makna, karena waktu yang dihabiskan untuk konten yang tidak bermakna sering kali tidak memberikan kepuasan emosional.

  1. Gangguan Produktivitas

Baik doomscrolling maupun zombie scrolling dapat menyita waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja, belajar, atau berinteraksi dengan orang lain.

Seseorang mungkin kehilangan fokus dan gagal menyelesaikan tugas penting karena terlalu asyik menggulir ponsel.

  1. Gangguan Pola Tidur

Kebiasaan menggulir ponsel, terutama sebelum tidur, dapat mengganggu ritme sirkadian karena paparan cahaya biru dari layar.

Selain itu, konten yang memicu emosi (seperti berita buruk atau video yang adiktif) dapat membuat pikiran tetap aktif, sehingga sulit untuk tidur nyenyak.

  1. Penurunan Kesejahteraan Emosional

Doomscrolling dapat membuat seseorang merasa dunia ini penuh dengan malapetaka, sementara zombie scrolling sering kali meninggalkan perasaan kosong karena kurangnya interaksi yang bermakna.

Keduanya dapat mengurangi rasa bahagia dan kepuasan hidup.

  1. Kecanduan Digital

Algoritma media sosial dirancang untuk membuat pengguna terus menggulir dengan menampilkan konten yang menarik perhatian.

Hal ini dapat menciptakan siklus kecanduan, di mana seseorang merasa sulit untuk berhenti meskipun menyadari dampak negatifnya.

Mengapa Kita Melakukan Doomscrolling dan Zombie Scrolling?

Ada beberapa alasan psikologis dan teknologi yang mendorong kebiasaan ini:

  1. Bias Negativitas

Otak manusia cenderung lebih tertarik pada informasi negatif karena dianggap penting untuk kelangsungan hidup.

Ini menjelaskan mengapa doomscrolling begitu menarik; kita merasa perlu tahu tentang ancaman atau bahaya.

  1. Desain Algoritma Media Sosial
Artiket Terkait:  Ketahui Pentingnya Riset dalam Menulis

Platform seperti X, Instagram, dan TikTok menggunakan algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan waktu pengguna di aplikasi.

Konten yang memicu emosi kuat (baik negatif maupun positif) lebih cenderung ditampilkan, sehingga mendorong doomscrolling atau zombie scrolling.

  1. Kebutuhan untuk Mengisi Kekosongan

Zombie scrolling sering terjadi saat seseorang merasa bosan atau tidak memiliki tujuan yang jelas.

Menggulir ponsel menjadi cara mudah untuk mengisi waktu, meskipun tidak memberikan manfaat nyata.

  1. FOMO (Fear of Missing Out)

Ketakutan ketinggalan informasi penting mendorong doomscrolling, terutama di tengah krisis global atau peristiwa besar.

Seseorang merasa harus terus memperbarui diri dengan berita terbaru, meskipun itu membuat mereka stres.

Cara Menghindari Doomscrolling dan Zombie Scrolling

Untungnya, ada langkah-langkah praktis yang dapat membantu kita mengenali dan menghindari kebiasaan ini.

Berikut adalah beberapa strategi efektif:

  1. Batasi Waktu Layar

Gunakan fitur bawaan di ponsel atau aplikasi seperti “Screen Time” (iOS) atau “Digital Wellbeing” (Android) untuk membatasi waktu yang dihabiskan di media sosial.

Tetapkan batas harian, misalnya 30 menit untuk aplikasi seperti X atau Instagram, dan patuhi aturan tersebut.

  1. Pilih Sumber Informasi yang Terpercaya

Untuk menghindari doomscrolling, kurasi sumber berita Anda. Berlangganan ke outlet berita yang terpercaya dan hindari mengklik artikel dengan judul yang sensasional.

Alih-alih menggulir tanpa henti, tetapkan waktu khusus untuk membaca berita, misalnya 10 menit di pagi hari.

  1. Praktikkan Kesadaran Diri (Mindfulness)

Latih kesadaran diri untuk mengenali kapan Anda mulai doomscrolling atau zombie scrolling. Tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang saya cari?” atau “Apakah ini benar-benar bermanfaat?”

Teknik seperti meditasi atau pernapasan dalam dapat membantu Anda tetap fokus dan mengurangi dorongan untuk menggulir tanpa tujuan.

  1. Atur Notifikasi

Matikan notifikasi dari aplikasi media sosial untuk mengurangi godaan membuka ponsel setiap kali ada pemberitahuan.

Ini juga membantu Anda mengontrol kapan dan bagaimana Anda mengonsumsi informasi.

  1. Ganti Kebiasaan dengan Aktivitas Positif

Alihkan energi Anda ke aktivitas yang lebih bermakna, seperti membaca buku, berolahraga, atau berbicara dengan teman.

Artiket Terkait:  Mindset yang Harus di Miliki untuk Menjadi Penulis Sukses

Jika Anda merasa bosan, cobalah hobi baru seperti menulis jurnal, menggambar, atau memasak, yang dapat menggantikan kebiasaan zombie scrolling.

  1. Tetapkan Zona Bebas Teknologi

Buat aturan untuk tidak menggunakan ponsel di tempat tertentu, seperti kamar tidur atau meja makan.

Ini membantu mencegah scrolling sebelum tidur dan meningkatkan kualitas interaksi sosial Anda.

  1. Gunakan Mode Fokus atau Aplikasi Pemblokir

Aplikasi seperti Freedom, Forest, atau Cold Turkey dapat membantu Anda memblokir situs atau aplikasi tertentu selama waktu tertentu, sehingga Anda dapat fokus pada tugas lain.

  1. Refleksi dan Evaluasi Konten

Secara berkala, tinjau akun atau konten yang Anda ikuti di media sosial.

Jika akun tersebut sering memicu kecemasan atau tidak memberikan nilai positif, pertimbangkan untuk berhenti mengikuti atau membisukannya (mute).

  1. Cari Dukungan Sosial

Bicarakan kebiasaan Anda dengan teman atau keluarga.

Mereka dapat membantu mengingatkan Anda untuk berhenti menggulir atau mengajak Anda melakukan aktivitas offline yang menyenangkan.

  1. Konsultasi dengan Profesional

Jika Anda merasa doomscrollingatau zombie scrolling telah mengganggu kesehatan mental Anda secara signifikan, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau konselor.

Mereka dapat membantu Anda mengembangkan strategi untuk mengelola kecemasan dan kebiasaan digital.

Penutup

Doomscrolling dan zombie scrolling adalah cerminan dari bagaimana teknologi dapat memengaruhi perilaku kita tanpa kita sadari.

Meskipun media sosial dan akses informasi memiliki manfaat besar, penting untuk menggunakannya dengan bijak agar tidak merugikan kesehatan mental dan produktivitas.

Dengan memahami apa yang memicu kebiasaan ini dan menerapkan strategi untuk mengendalikannya, kita dapat membangun hubungan yang lebih sehat dengan teknologi.

Mulailah dengan langkah kecil, seperti menetapkan batas waktu layar atau mengganti waktu scrolling dengan aktivitas yang lebih bermakna.

Ingatlah bahwa Anda memiliki kendali atas cara Anda mengonsumsi informasi dan waktu yang Anda habiskan secara online.

Dengan kesadaran dan disiplin, Anda dapat menghindari jebakan doomscrolling dan zombie scrolling, serta menjalani hidup yang lebih seimbang dan produktif.

Share

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on telegram
Nur Ainun Afiah
Nur Ainun Afiah
Nur Ainun Afiah, lulusan sarjana Universitas Hasanuddin. Aktif dalam bidang kepenulisan sejak 2020. Pernah menjabat Redaktur Pelaksana PK identitas Unhas 2023, editor buku biografi Prof. Basri Hasanuddin, dan satu dari dua penulis buku Apa dan Siapa Kru identitas.
Artikel Terkait