Waqiah Nurul Mustaming
Waqiah Nurul Mustaming
Merupakan lulusan sarjana ilmu komunikasi Universitas Muslim Indonesia, karena aktif menjadi pers mahasiswa dan tertarik pada isu sosial dan pendidikan. Pernah menjadi ketua umum UPPM UMI dan Pimpred Cakrawala.id

Menulis Buku Fiksi Atau NonFiksi : Lebih Susah yang Mana

Daftar Isi

 

Menulis adalah suatu kegiatan menciptakan suatu karya dalam bentuk tulisan atau buku. Namun tidak semua orang mampu melakukannya, sebab menciptakan sebuah karya tulis tentu membutuhkan kemampuan dan pengetahuan yang luas. Bagi kita yang telah gemar menulis pun, pastinya cenderung memiliki genre tulisan yang berbeda-beda. Dalam dunia literasi, dua genre yang paling sering menjadi pilihan penulis adalah fiksi dan nonfiksi. Meskipun keduanya memiliki daya tarik masing-masing, nyatanya sampai sekarang masih banyak penulis yang seringkali berdebat tentang mana yang lebih sulit untuk dikuasai. Dalam artikel ini kita akan membahas tentang tantangan dan kesulitan yang harus dihadapi saat menulis fiksi maupun nonfiksi.

Menulis Fiksi : Membangun Dunia Imajinatif

Jika mendengar kata “fiksi” banyak orang yang akan berpikir menciptakan suatu karya fiksi pastinya akan lebih mudah karena hanya bermodalkan khayalan dan imajinasi. Pada kenyataannya, meski memang kemampuan menyelami dunia imajinasi yang tak terbatas menjadi aspek terpenting dalam menulis fiksi, menciptakan karakter yang kompleks dan memukau juga menjadi salah satunya. Misalnya saja mengembangkan karakter ‘si lemah’ menjadi ‘si kuat’ yang dapat membuat pembaca merasa lebih terhubung dan terlibat dalam proses kehidupan dari karakter tersebut bukanlah suatu hal yang mudah.

Selain itu, penulis buku fiksi juga harus memikirkan tentang unsur plot yang menarik dan alur cerita yang tidak membosankan. Konsisten dalam menjaga ketegangan cerita, menghindari alur cerita yang mudah ditebak, dan memberikan kejutan yang tak terduga bagi setiap pembaca adalah tantangan tersendiri bagi seorang penulis fiksi. Menyalurkan imajinasi dalam pikiran dan mengembangkannya menjadi sebuah cerita yang terstruktur dengan baik juga bisa menjadi rintangan yang menantang dalam pembuatan karya fiksi.

Artiket Terkait:  Tertarik Membuat Tesis atau Disertasi Menjadi Buku? Perhatikan Beberapa Hal Berikut Ini

Menulis Nonfiksi : Menyampaikan Fakta Dengan Kekuatan Kata

Di sisi lain, menulis nonfiksi membutuhkan ketelitian dan kejelasan dalam menyampaikan fakta. Penulis nonfiksi harus bisa mendokumentasikan kejadian, menyelidiki topik, dan menyajikan informasi yang bersifat edukasi dengan memastikan keakuratan informasi yang disampaikan. Meskipun demikian, penulis nonfiksi juga harus mampu menghadirkan fakta-fakta dengan narasi yang meyakinkan dan menarik bagi pembaca, menghindari kekakuan dalam penulisan, mengolah data dengan bijak, serta memahami betul konteks informasi yang disajikan.

Dengan demikian, membuat karya nonfiksi tentunya memiliki tantangan dan kesulitannya tersendiri. Tujuan dari penulisan nonfiksi secara umum adalah untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak asal-asalan, menyampaikan suatu topik tertentu berdasarkan fakta, serta memaparkan argumen yang bersifat objektif tanpa kecenderungan subjektif yang berlebihan. Karena itu, bisa dikatakan untuk menjadi penulis nonfiksi juga harus menjadi peneliti ulung untuk menciptakan karyanya.

Tantangan Bersama : Membuat Karya Fiksi Maupun Nonfiksi

Meskipun berbeda genre, tetapi baik penulis buku fiksi maupun nonfiksi memiliki elemen-elemen yang sama dalam membuat tulisan. Misalnya saja dalam hal penelitian dan konsistensi. Sama halnya dengan penulisan nonfiksi, penulis fiksi juga harus tetap melakukan penelitian untuk menciptakan plot cerita yang masuk akal dan tidak mengada-ada. Sementara tentang hal konsisten, baik fiksi ataupun nonfiksi tentu harus senantiasa konsisten tentang pengembangan topik atau tema yang diangkatnya menjadi sebuah cerita atau karya tulis.

Tentang tantangan bersama yang pasti sering dialami oleh penulis manapun, khususnya penulis fiksi maupun nonfiksi adalah terjadinya blokade ide atau blank ditengah-tengah proses penulisan. Hal tersebut pun seringkali menjadi salah satu alasan seorang penulis menjadi malas untuk melanjutkan ceritanya.  Dalam penulisan fiksi, biasanya penulis akan blank saat alur atau plot cerita yang dikembangkannya mulai keluar jalur atau tidak sama dengan yang dia rencanakan, sehingga ia mulai tak tahu harus melanjutkan ceritanya ini ke arah mana? Atau saat sang karakter yang diciptakannya mulai kehilangan daya tariknya. Sementara dalam penulisan nonfiksi kebosanan dengan topik atau kesulitan dalam menyampaikan informasi dengan cara mudah dan menarik dapat menjadi tantangan yang serupa.

Artiket Terkait:  Trik Membuat Tulisan yang Memikat Sejak Paragraf Pertama

Kesimpulan

Ketika ditanya apakah menulis buku fiksi atau buku nonfiksi yang lebih susah? Jawabannya hanyalah tergantung dari bakat dan kecenderungan pribadi masing-masing dalam menulis. Baik membuat karya fiksi maupun nonfiksi memiliki tantangan uniknya tersendiri. Beberapa penulis mungkin lebih senang dan merasa leluasa dalam menuangkan kreativitasnya melalui fiksi, sedangkan yang lain merasa lebih diberdayakan oleh kekuatan fakta dan merasa senang jika bisa berbagi ilmu melalui nonfiksi. Yang terpenting adalah kita harus menemukan gaya penulisan yang sesuai dengan minat dan bakat kita, kemudian menikmati setiap proses dalam perjalanan menulis itu. Mau fiksi ataupun nonfiksi, yakinlah pada karyamu sendiri bahwa setiap hasil tulisan yang kamu torehkan adalah yang terbaik. Selamat menulis!

Share

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on telegram
Waqiah Nurul Mustaming
Waqiah Nurul Mustaming
Merupakan lulusan sarjana ilmu komunikasi Universitas Muslim Indonesia, karena aktif menjadi pers mahasiswa dan tertarik pada isu sosial dan pendidikan. Pernah menjadi ketua umum UPPM UMI dan Pimpred Cakrawala.id
Artikel Terkait