Pendahuluan
Apakah kamu pernah melihat karya seseorang ditiru tanpa izin atau plagiarisme? Penulis yang menyesal karena salah memilih penerbit dan akhirnya kehilangan kontrol atas karyanya?
Atau mungkin kamu pernah mengalaminya sendiri?
Padahal, kamu bisa mencegah hal itu dengan hak cipta, dan memilih penerbitan yang benar dan sesuai untuk kamu.
Banyak penulis pemula yang masih bingung soal apa itu hak cipta buku. Padahal, hak cipta adalah langkah yang penting untuk melindungi karyamu dari plagiarisme dan pencurian.
Bukan hanya itu, penulis juga memiliki masalah lain. Misalnya kepada penerbit mana ia harus menyerahkan karyanya.
Apakah penerbit besar mayor? Atau menerbitkan sendiri (self-publishing)?
Oleh karena itu, penting bagi penulis untuk memahami dulu tentang apa saja dua tipe penerbit dan hak cipta yang ada di dalamnya.
Apa itu Hak Cipta Buku?
Legalitas.org mengutip UU hak cipta yang menjelaskan mengenai definisi hak cipta. Menurutnya, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis begitu mewujudkan sebuah karya dalam bentuk nyata.
Artinya, karya tulis seperti buku, puisi, novel, hingga e-book langsung terlindungi oleh hukum.
Apa Saja Jenis Buku yang Bisa Didaftarkan Hak Cipta?

Banyak penulis pemula yang masih ragu, apakah semua buku bisa didaftarkan hak cipta?
Menurut Izin.co.id, Jawabannya bisa! hampir semua jenis buku bisa kamu catatkan untuk perlindungan hukum. Termasuk buku fiksi seperti novel, kumpulan cerpen, hingga puisi.
Begitu juga dengan buku nonfiksi seperti buku sejarah, biografi, atau buku panduan praktis.
Bukan hanya itu, buku ajar dan referensi akademik seperti modul kuliah, monografi, atau buku penelitian juga bisa kamu amankan dengan hak cipta.
Bagaimana dengan buku yang dipenuhi visual? Ternyata, buku kamu juga bisa mendaftarkan komik, buku ilustrasi, hingga buku anak bergambar untuk perlindungan hak cipta.
Bahkan, di era digital saat ini, hak cipta juga berlalu untuk format non-cetak seperti e-book dalam bentuk PDF atau ePub juga dapat kamu daftarkan hak ciptanya.
Artinya, hak cipta bisa memberikan perlindungan yang sama, baik cetak maupun digital.
Mengapa Penulis Sebaiknya Mengurus Hak Cipta?

Pertanyaan lain yang sering muncul adalah pertanyaan tentang kenapa sih penulis perlu repot-repot mengurus hak cipta?
Jawabannya sederhana, karena dengan mengurus hak cipta, kamu mempunyai bukti sah bahwa karyamu benar-benar milikmu.
Tanpa sertifikat hak cipta, akan sulit bagi penulis untuk menuntut pelaku plagiarisme atau pencurian karya.
Selain itu, hak cipta juga memberi nilai ekonomi pada buku. Artinya, penulis buku bisa memperoleh keuntungan finansial atau royalti dari hasil penjualan karyanya.
Bahkan, ketika pihak lain mengadaptasikan karyanya ke media lain seperti film, drama, atau audiobook, penulis tetap berhak mendapat bagian keuntungan.
Yang tidak kalah penting, hak cipta memberikan pengakuan resmi, hukum negara akan mencatat nama penulis di dalam sistem sebagai pencipta sah.
Bagaimana Cara Mengurus Hak Cipta Buku?
Kamu harus mengurus hak cipta setelah buku kamu resmi terbit, sehingga dokumen terdaftar sesuai dengan versi final yang telah kamu atau penerbitmu publikasikan.
Kamu juga bisa melakukan prosesnya melalui pihak ketiga yang terdaftar secara resmi, misalnya lewat situs hakcipta.dgip.go.id. Atau penerbit bukumu lah yang membantu pengurusan hak cipta itu.
Namun sebelum itu, kamu harus tahu bahwa sistem hak cipta di dunia penerbitan itu berbeda-beda.
Ada penerbitan mengambil alih kontrol atas hak cipta dari para penulis, dan ada juga penerbit membatasi distribusi atau membebankan biaya besar tanpa transparansi.
Jadi, penting untuk memahami dua tipe penerbit yang ada di Indonesia agar kamu tidak salah memilih penerbit untuk naskahmu.
Seperti Apa Sistem Hak Cipta di Dua Tipe Penerbit yang Berbeda?

Ada dua tipe penerbit di Indonesia, yakni penerbit mayor, dan penerbit mandiri atau self-publishing.
Penerbit mayor adalah jalur paling klasik dalam dunia penerbitan buku. Kelebihannya, penulis tidak perlu mengeluarkan biaya sama sekali karena penerbit menanggung semuanya.
Namun, proses seleksi di Penerbit mayor sangat ketat dan bisa saja memakan waktu lama bahkan hingga berbulan-bulan.
Hanya naskah dengan potensi pasar tinggi yang lolos, dan penerbit sepenuhnya memegang hak distribusi setelah terbit.
Juga, biasanya hak cipta akan beralih sementara pada penerbit.
Meski begitu, banyak penulis yang masih mengincar jalur ini karena kredibilitas dan jangkauan luasnya.
Selain penerbit mayor, ada juga tipe penerbit buku lain yakni self-publishing. Penerbit self-publishing adalah sistem penerbitan yang memperbolehkan penulis untuk memegang kendali penuh atas bukunya.
Berbeda dengan penerbit mayor, penerbit self-publishing membutuhkan biaya untuk menerbitkan bukumu.
Namun dengan sistem penerbit self-publishing, kamu tidak perlu khawatir bukumu gagal terbit, karena sistem ini tidak perlu melalui seleksi ketat penerbitan mayor.
Penerbit self-publishing juga membiarkanmu memegang 100% hak cipta dari bukumu.
Bukan hanya hak cipta, hak distribusi dan 100% royalti hasil penjualan buku sepenuhnya ada ditanganmu.
Nah, bagaimana? Sudah tahu kamu mau menerbitkan bukumu di mana?
Sudah banyak penerbit mayor di Indonesia yang memiliki nama besar, seperti Gramedia, Erlangga, hingga Mizan.
Namun untuk penerbitan self-publishing, jumlahnya masih sangat terbatas. Pelopor self-publishing pertama di Indonesia adalah Nasmedia.
Banyak penulis yang akhirnya beralih ke Nasmedia karena ingin tetap memegang hak cipta dari karyanya.

Penutup
Sekarang, kamu sudah tahu jawaban dari pertanyaan: apa itu hak cipta, kapan dibutuhkan dan bagaimana cara mengurusnya, serta di mana kamu bisa menerbitkan bukumu.
Jangan menyepelekan hak cipta karena, dan pilihlah penerbit terpercaya yang bisa memberikan keuntungan maksimal.
Karena penerbitan pilihanmu akan menentukan apakah bukumu berada di tangan yang benar.
Salam literasi, jaga karyamu, dan pastikan hak cipta selalu ada padamu!













