Pendahuluan
Pernahkah kamu mendengar mitos dan fakta self publishing yang kini semakin populer di kalangan penulis pemula?
Banyak yang bilang self-publishing itu hanya tren sesaat, ada juga yang menganggapnya “jalan pintas” untuk bisa menerbitkan buku tanpa harus melewati proses panjang di penerbit mayor.
Tapi, benarkah mitos tersebut?
Faktanya, self-publishing justru menjadi jalan pintas penulis pemula menuju bestseller jika dikelola dengan strategi yang tepat.
Dulu, menembus penerbit mayor seperti Gramedia Pustaka Utama atau Mizan dianggap prestasi besar. Namun, prosesnya panjang dan persaingan sangat ketat. Tidak jarang naskah yang bagus pun harus menunggu bertahun-tahun untuk dilirik editor.
Di era digital, kondisi ini berubah. Banyak penulis yang akhirnya memilih self-publishing karena lebih cepat, fleksibel, dan bisa membangun pembaca setia tanpa harus menunggu “dilamar” penerbit besar.
Artikel ini akan membongkar mitos dan fakta seputar self publishing, serta kenapa model penerbitan ini kini menjadi pilihan strategis bagi banyak penulis pemula.
Apa Saja Mitos yang Banyak Penulis Percaya?
- Self-publishing hanya untuk penulis yang ditolak penerbit besar
 
Banyak yang percaya kalau self-publishing hanyalah pilihan terakhir bagi penulis yang gagal menembus penerbit mayor. Pandangan ini sebenarnya keliru.
Mitos ini muncul karena beberapa penulis mencoba ke penerbit self-publishing jika sudah terlalu lama menunggu di penerbit mayor.
Padahal, banyak penulis memilih jalur self-publishing justru karena mereka ingin memiliki kendali penuh atas karyanya.
- Buku self-publishing sulit laku
 
Ada yang bilang, buku self-publishing sulit terjual karena tidak masuk toko buku besar.
Ini adalah salah satu mitos paling umum yang menakut-nakuti penulis pemula. Ditambah lagi dengan anggapan bahwa penulis harus berusaha sendiri untuk promosi dan strategi pemasaran.
- Kualitas buku self-publishing lebih rendah
 
Sebagian orang beranggapan bahwa buku self-publishing hasilnya kurang rapi, desain seadanya, dan isinya tak sebanding dengan buku penerbit besar.
Padahal, mitos ini muncul karena masih ada penerbit yang tidak melakukan proses kurasi atau penyuntingan dengan baik.
Lalu, Apa Fakta yang Penulis Harus Tahu?
- Self-publishing bisa menjadi jalan cepat menuju bestseller
 
Kamu mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin menerbitkan buku dengan mandiri bisa menjadi bestseller? Kuncinya ada pada distribusi digital dan kekuatan komunitas.
Dengan adanya platform seperti Google Play Book, Gramedia Digital, hingga marketplace seperti Tokopedia dan Shopee, penulis bisa langsung menjual karyanya ke ribuan pembaca.
Beberapa penerbit self-publishing bahkan menyediakan dukungan promosi digital. Misalnya, Nasmedia punya paket penerbitan yang menyertakan promosi lewat media sosial, sementara Deepublish lebih banyak digunakan dosen untuk menerbitkan buku ajar yang cepat menyebar di kalangan akademik.
Hal ini membuktikan kalau self-publishing tidak kalah dengan penerbit mayor.
- Penulis punya kendali penuh atas karyanya
 
Penulis bisa menentukan desain sampul, harga jual, hingga strategi pemasaran bukunya. Bahkan, beberapa penulis sukses di Indonesia memulai dari self-publishing sebelum akhirnya dilirik penerbit besar.
Salah satunya adalah Ika Natassa yang awalnya menerbitkan novel secara mandiri sebelum dia menerbitkan bukunya dengan luas.
- Kualitas self-publishing tidak selalu buruk
 
Kualitas buku ditentukan oleh sinergi antara penulis dan tim penerbit, bukan oleh label penerbitan.
Sekarang, ada banyak penerbit self-publishing profesional seperti Nasmedia, AY Publisher, dan Deepublish yang membantu penulis pemula mengelola naskah agar tetap berkualitas.
Jadi, anggapan bahwa jalur ini hanya untuk “penulis gagal” jelas tidak tepat.
Bagaimana Self-Publishing menjadi Jalan Pintas Menuju Bestseller?

Jika kamu penulis pemula, self-publishing bisa jadi jalan awal yang sangat menguntungkan. Ada beberapa alasan mengapa jalur ini semakin banyak peminat, di antaranya:
- Proses lebih cepat: Kamu tidak perlu menunggu persetujuan editor berbulan-bulan. Begitu naskahmu siap, kamu bisa langsung menerbitkan melalui penerbit mandiri seperti AY Publisher atau Nasmedia.
 - Fleksibilitas: Kamu bisa memilih apakah bukumu hanya berbentuk e-book, cetak terbatas, atau bahkan sistem print on demand.
 - Kontrol penuh: Kamu bisa mengatur branding pribadi, promosi, bahkan interaksi langsung dengan pembaca.
 - Potensi royalti lebih besar: Jika penerbit mayor yang biasanya memberi royalti sekitar 10%, self-publishing bisa memberikan margin lebih tinggi. Misalnya, Deepublish menawarkan model pembagian royalti yang cukup kompetitif untuk penulis akademik.
 
Penutup
Jadi, apakah benar self-publishing hanya untuk penulis gagal? Tentu saja tidak.
Mitos dan fakta self-publishing menunjukkan bahwa jalur ini bisa menjadi jalan pintas penulis pemula menuju bestseller jika kamu tahu cara mengelolanya.
Self-publishing bukan sekadar “penerbitan instan”, melainkan strategi kreatif bagi penulis untuk membangun karier secara mandiri.
Dengan dukungan platform digital, komunitas pembaca, dan penerbit self-publishing yang profesional seperti Nasmedia, AY Publisher, hingga Deepublish, kamu bisa menjadikan buku pertamamu sebagai langkah awal menuju kesuksesan literasi.
Kalau kamu punya naskah yang sudah siap, jangan biarkan ia hanya tersimpan di laptop. Saatnya kamu mempertimbangkan self-publishing sebagai langkah berani untuk memperkenalkan karyamu ke dunia.
															












															
