Lia Amelia
Lia Amelia
Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Negeri Makassar yang memiliki minat pada literatur dan budaya. Aktif sebagai anggota Hipermawa sejak 2022, terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung pendidikan dan pengembangan masyarakat, dan senang menulis diary.

10 Fakta Royalti Buku di Indonesia yang Wajib Kamu Tahu!

Daftar Isi

Pendahuluan

Mau jadi penulis? Pastikan kamu tahu 10 fakta penting tentang royalti buku di Indonesia.

Royalti bukan cuma angka di atas kertas, tapi bukti penghargaan atas kerja intelektual kamu.

Sayangnya, banyak penulis pemula menandatangani kontrak tanpa benar-benar memahami isinya. Akibatnya, ketika buku laku, mereka menerima hasil sering tak sesuai harapan.

Di sinilah pentingnya memahami bagaimana sistem royalti buku di Indonesia bekerja, dari dasar hukum, perhitungan, hingga praktik di penerbit modern.

Yuk, simak 10 fakta penting tentang royalti buku di Indonesia berikut ini biar kamu makin paham dengan sistem royalti!

1. Royalti Buku di Indonesia Dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta

Kamu tidak perlu takut memperjuangkan hakmu. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menyebutkan bahwa penulis berhak menerima imbalan atas pemanfaatan karyanya.

Artinya, royalti bukan bonus, tapi hak mutlak penulis.

Penerbit dan penulis wajib memiliki kontrak tertulis yang mengatur pembagian keuntungan secara transparan. Kalau kamu menemukan penerbit yang tidak menyediakan kontrak jelas, sebaiknya berpikir ulang sebelum lanjut menerbitkan buku.

2. Persentase Royalti Buku Berbeda Tiap Penerbit

Sebagian besar penerbit di Indonesia memberikan royalti 8% – 12% dari harga jual buku. Namun, bagi penulis yang sudah punya nama besar, angka itu bisa naik hingga 15% – 20%.

Setiap penerbit punya kebijakan berbeda. Misalnya, penerbit besar dengan jaringan distribusi luas biasanya memberikan royalti lebih kecil karena biaya promosi dan cetak tinggi.

Sebaliknya, penerbit self-publishing bisa menawarkan persentase lebih besar karena sistemnya lebih efisien.

3. Perhitungan Royalti Berdasarkan Harga Netto dan Harga Jual Toko

Inilah bagian yang sering membingungkan. Sebagian penerbit menghitung royalti dari harga jual bersih (netto), bukan dari harga publik (harga toko).

Artiket Terkait:  Plagiarisme: Pengertian, Jenis dan Cara Menghindarinya dalam Publikasi

Contohnya: harga buku di pasaran Rp 100.000, tetapi setelah potongan distributor dan toko buku, harga bersih yang penerbit terima bisa hanya Rp 60.000. Maka, jika royalti kamu 10%, artinya kamu menerima Rp 6.000 per buku, bukan Rp 10.000.

Maka, sebelum menandatangani kontrak, pastikan kamu tahu penerbit menggunakan dasar penghitungan royalti seperti apa.

4. Royalti Buku Dibayar Secara Berkala

Sistem pembayaran royalti di Indonesia umumnya setiap enam bulan atau setahun sekali.

Misalnya, penerbit biasanya membayarkan royalti untuk periode Januari – Juni pada bulan Agustus, lengkap dengan laporan jumlah buku yang terjual.

Kalau penerbitmu tidak memberikan laporan transparan, kamu berhak menanyakannya. Kontrak yang baik selalu memuat jadwal pembayaran dan mekanisme pelaporan penjualan.

5. Kontrak Royalti Buku Tidak Hanya Berisi Angka

Kontrak royalti bukan hanya soal angka, tapi juga soal perlindungan hak penulis.

Beberapa hal penting yang wajib tercantum di dalamnya antara lain:

  • Besaran dan dasar perhitungan royalti
  • Jadwal pembayaran dan laporan penjualan
  • Hak cetak ulang dan hak versi digital
  • Durasi kontrak dan ketentuan hak kembali (reversion)
  • Ketentuan pajak dan potongan

Kamu berhak menegosiasikan isi kontrak jika merasa tidak adil. Jangan pernah merasa sungkan, karena kontrak adalah perjanjian profesional, bukan hadiah dari penerbit.

6. Penerbit yang Memotong dan Menyetorkan Pajak ke Negara

Royalti dianggap sebagai penghasilan, sehingga aturan mengenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

Namun, penulis bisa menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), sehingga penghasilan bruto dianggap hanya 40% dari total royalti. Artinya, tarif efektifnya jadi sekitar 6%.

Jadi, biasanya penerbit yang akan memotong dan menyetorkan pajak ke negara. Tapi kamu tetap harus menyimpan bukti potongnya untuk laporan pajak tahunan.

Artiket Terkait:  Bagaimana Tesis Bisa Jadi Buku? Ini Caranya!

7. Royalti Buku Cetak dan E-Book Berbeda

Kemajuan teknologi membuat sistem royalti berkembang. Untuk buku digital (e-book), penerbit bisa memberikan royalti lebih tinggi, bahkan mencapai 20%–30% dari harga jual digital.

Mengapa lebih tinggi? Karena biaya cetak dan distribusi nyaris nol.

Namun, tidak semua penerbit otomatis memberikan sistem royalti terpisah untuk e-book, jadi sebaiknya kamu mencantumkan ketentuan ini sejak awal.

8. Royalti Lebih Besar di Penerbit Indie dan Self-Publishing

Penerbit indie atau self-publishing biasanya menawarkan sistem royalti yang lebih menguntungkan.

Misalnya, Nasmedia dan AY Publisher sama-sama memberi model fleksibel, dan penulis bisa mendapatkan royalti 100% dari hasil penjualan jika memilih paket penerbitan tertentu.

Model seperti ini populer di kalangan penulis muda dan dosen karena kamu bisa mengatur harga, strategi promosi, hingga distribusi buku sendiri.

Sementara itu, penerbit seperti Deepublish juga punya skema royalti progresif berdasarkan jumlah cetakan dan genre buku.

9. Besar Royalti Penulis Ditentukan Banyak Faktor

Royalti bukan angka tetap, ada banyak faktor yang memengaruhinya, antara lain:

  1. Nama dan reputasi penulis – semakin dikenal, semakin besar peluang negosiasi.
  2. Jenis buku dan pasar – buku akademik dan teknis biasanya punya margin lebih tinggi.
  3. Strategi promosi dan distribusi – jika penulis aktif memasarkan, penerbit cenderung memberi royalti lebih besar.
  4. Bentuk kerja sama penerbitanhybrid publishing memungkinkan pembagian keuntungan lebih fleksibel.

Jadi, semakin kamu aktif dalam memasarkan buku, semakin besar nilai yang bisa kamu tawarkan di meja negosiasi.

10. Hak Kembali ke Penulis saat Buku Out of Print

Kalau bukumu sudah tidak tercetak lagi (out of print) selama beberapa tahun, kamu berhak meminta hak cipta dan hak penerbitan kembali.

Artiket Terkait:  Blurb dan Sinopsis, Apa Bedanya?

Sayangnya, banyak penulis tidak sadar bahwa hak ini bisa mereka negosiasikan.

Pastikan kontrakmu mencantumkan syarat “hak kembali” agar kamu tetap bisa menerbitkan ulang bukumu di penerbit lain tanpa kendala hukum.

Bagaimana Penerbit Modern Mengatur Royalti Secara Adil?

Sekarang banyak penerbit yang mulai terbuka dan adil dalam sistem royalti.

Nasmedia, misalnya, terkenal dengan layanan “Terbit Cepat, 100% Royalti Penulis”. Penerbit ini cocok untuk kamu yang ingin kontrol penuh atas karya dan keuntungan.

Sementara itu, Deepublish memiliki sistem pelaporan royalti yang transparan setiap periode dan mendukung penerbitan buku akademik.

Lalu ada AY Publisher dan Bukunesia yang menawarkan model hybrid publishing, di mana penulis bisa memilih apakah ingin royalti tinggi atau berbagi biaya produksi dengan penerbit.

Kehadiran berbagai model ini membuktikan bahwa industri penerbitan di Indonesia semakin dewasa. Penulis kini bisa memilih sistem yang paling sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya.

Penutup

Dari 10 fakta penting tentang royalti buku di Indonesia, kamu bisa melihat bahwa dunia penerbitan kini jauh lebih terbuka daripada dulu.

Royalti bukan sekadar angka, tapi wujud penghargaan terhadap kerja kerasmu menulis.

Sebelum menerbitkan buku, pastikan kamu paham isi kontrak, sistem pembayaran, dan hak cipta yang melekat pada karyamu.

Jika ingin menerbitkan dengan sistem yang transparan dan cepat, kamu bisa mempertimbangkan Nasmedia, Deepublish, atau AY Publisher, semua punya model royalti yang kompetitif.

Jadi, jangan tunggu sampai terlambat. Kenali hakmu, pilih penerbit yang tepat, dan biarkan bukumu bukan hanya dibaca, tapi juga menghidupkan nilai dari setiap kata yang kamu tulis.

Share

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on telegram
Lia Amelia
Lia Amelia
Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Negeri Makassar yang memiliki minat pada literatur dan budaya. Aktif sebagai anggota Hipermawa sejak 2022, terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung pendidikan dan pengembangan masyarakat, dan senang menulis diary.
Artikel Terkait