Lia Amelia
Lia Amelia
Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Negeri Makassar yang memiliki minat pada literatur dan budaya. Aktif sebagai anggota Hipermawa sejak 2022, terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung pendidikan dan pengembangan masyarakat, dan senang menulis diary.

Royalti Kecil Bikin Penulis Rugi? Ada Jalan Keluar!

Daftar Isi

Pendahuluan

Bagaimana jadinya kalau royalti kecil bikin penulis rugi?

Itu bukan sekadar kekhawatiran semata, melainkan realita yang banyak penulis hadapi di Indonesia. Tapi jangan berhenti berharap, sebab ada jalan keluar supaya royalti kecil bukan berarti kamu harus pasrah.

Di dunia penerbitan, royalti penulis umumnya hanya di kisaran 8–12 % dari harga jual buku atau bahkan lebih rendah tergantung penerbit.

Setelah dipotong pajak dan biaya distribusi, sebagian besar penulis merasa hasilnya kurang sebanding dengan usaha mereka. Namun, realitas itu bisa kamu hadapi jika tahu strategi dan pilihan yang tepat.

Karena itu, aku akan membahas kenapa royalti bisa kecil, dampaknya bagi penulis, dan terutama jalan keluar praktis agar kamu tetap bisa mendapat hasil yang layak dari tiap karya yang kamu terbitkan.

Mengapa Royalti Bisa Kecil?

1. Struktur Rantai Produksi dan Biaya Operasional Penerbit

Di Penerbit buku, terutama penerbit besar seperti Gramedia atau Erlangga, mengeluarkan biaya cetak, distribusi, pemasaran, gudang, pengembalian stok, dan rabat toko buku. Karena beban besar itu, persentase royalti bagi penulis sering “dipangkas” agar penerbit tetap bisa menutup biaya.

Beberapa penerbit menetapkan dasar perhitungan royalti dari harga distributor (bukan harga eceran), sehingga meski buku dijual Rp 100.000, royalti dihitung dari nilainya yang bisa jauh lebih rendah.

2. Pemotongan Pajak Royalti

Pajak royalti di Indonesia mengenai royalti penulis berupa pemotongan pajak non-final sebesar 15 % sebagai PPh Pasal 23. Artinya, sebelum royalti masuk ke kantongmu, sudah ada potongan. Bagi penulis dengan penghasilan royalti relatif kecil, efek pajak ini terasa tajam.

3. Volume Penjualan yang Rendah

Jumlah buku yang terjual juga menentukan besar royalti. Jika target pasar kecil, buku kurang promosi, atau literasi masyarakat rendah, volume penjualan bisa minim. Akibatnya royalti yang muncul pun tertinggal jauh.

Artiket Terkait:  WOW! 3× Lebih Cepat, Menerbitkan Buku dengan Self Publishing

Budaya literasi yang masih belum maksimal di Indonesia ikut memperparah fenomena banyaknya orang lebih memilih media digital daripada buku fisik.

4. Kurangnya Transparansi dan Negosiasi saat Kontrak

Sebelum menandatangani kontrak penerbitan, penulis sering kurang memperhatikan detail seperti dasar perhitungan royalti, frekuensi laporan penjualan, hak cetak ulang, dan hak adaptasi, seperti film, audio, digital. Tanpa transparansi dan negosiasi yang baik, posisi penulis bisa merugi.

Dampak Negatif dari Royalti Kecil bagi Penulis

  1. Motivasi menulis menurun – Ketika hasil jerih payah tak sebanding dengan pendapatan, banyak penulis akhirnya meninggalkan proyek menulis atau memilih pekerjaan yang lebih pasti.
  2. Ketergantungan pada proyek lainPenulis terpaksa mencari pekerjaan sampingan misalnya freelance, content writer, ghost writing agar pemasukan tetap stabil.
  3. Keterbatasan kualitas dan waktu riset – Karena pendapatan terbatas, kamu mungkin memilih cepat selesai agar mendapatkan royalti, bukan menggali konten yang lebih mendalam atau riset lebih lanjut.
  4. Resiko kerugian hak karya – Kalau kamu kurang memperhatikan kontrak, mungkin penerbit menyimpan hak adaptasi atau hak terjemahan dengan bayaran yang sangat kecil di kemudian hari.

Lalu, Apa Jalan Keluarnya?

1. Negosiasikan Hak Royalti sejak Awal

Sebelum menandatangani kontrak naskah, penting bagi kamu untuk membahas beberapa poin krusial.

Pertama, pastikan dasar perhitungan royalti jelas, sebaiknya dihitung dari harga penjualan buku, bukan dari harga distributor atau setelah potongan besar.

Kedua, tanyakan soal frekuensi laporan dan transparansi penjualan, karena laporan rutin akan membantumu memantau perkembangan buku.

Ketiga, jangan lupa membicarakan hak adaptasi, misalnya jika suatu hari karya kamu diubah menjadi film, audiobook, atau e-book, ada klausul yang menjamin kamu mendapat bagian yang lebih layak.

Artiket Terkait:  10 Bacaan Ringan Tapi Berkesan untuk Mengisi Waktu Santai

Terakhir, usulkan adanya batas minimum royalti, sehingga meskipun penjualan buku kurang laku, jerih payahmu tetap dihargai dengan jumlah tertentu.

Dengan membicarakan poin-poin ini sejak awal, posisi kamu sebagai penulis akan jauh lebih aman dan menguntungkan.

Penerbit profesional seperti Nasmedia biasanya menghargai penulis yang cakap bernegosiasi. Kalau kamu menunjukkan bahwa kamu memahami bisnis dan hak kamu, peluang mendapatkan kesepakatan yang lebih adil meningkat.

2. Coba Jalur Penerbitan Alternatif dan Hybrid

Kalau penerbit mayor memberi royalti kecil, kamu bisa memilih jalur lain:

Penerbit indie sering memberi persentase royalti lebih tinggi, meski mungkin kamu harus bantu promosi sendiri. Salah satu penerbit indie yang bisa kamu lirik adalah Marjin Kiri, yang sudah berpengalaman di bidang penerbitan dalam berbagai fokus bidang sehingga kamu tidak perlu meragukannya dalam hal royalti.

Di self-publishing, kamu bisa mengendalikan semua aspek dari produksi hingga pemasaran, sehingga royalti yang masuk ke kamu bisa lebih besar. Jika kamu ingin mencoba self-publishing, rekomendasi paling tepat yang bisa kamu hubungi adalah penerbit Nasmedia. Dengan sistem self-publishing, royalti untuk penulis bisa mencapai 100%.

Kamu dan penerbit berbagi tanggung jawab promosi, produksi, dan distribusi, sehingga kamu bisa menegosiasiakan margin royalti lebih fleksibel.

3. Maksimalkan Penjualan Lewat Strategi Pemasaran

Royalti kecil sebenarnya bisa terkompensasi jika volume penjualan buku tinggi. Untuk mencapainya, kamu perlu strategi pemasaran yang konsisten. Misalnya, membangun brand pribadi sebagai penulis di media sosial atau platform konten agar pembaca merasa dekat denganmu.

Kamu juga bisa membuat konten promosi tambahan seperti kutipan menarik, cuplikan bab, atau video singkat yang menggugah rasa penasaran calon pembaca.

Artiket Terkait:  Mengapa Pembajakan Buku Merusak Masa Depan Literasi?

Selain itu, kolaborasi dengan komunitas literasi, influencer buku, atau mengikuti event bedah buku akan memperluas jangkauan audiens.

Cara lain yang tak kalah efektif adalah menawarkan bundling kreatif, misalnya paket buku dengan bonus e-book, workshop online, atau merchandise sederhana. Jangan lupa juga untuk mengoptimalkan pasar digital melalui penjualan e-book, audiobook, atau memanfaatkan platform self-publishing digital yang kini semakin digemari.

Dengan langkah-langkah ini, meskipun royalti per buku kecil, total penghasilanmu tetap bisa signifikan.

Penutup

Menulis itu bukan hanya soal merangkai kata, tapi menulis juga soal menghargai diri sendiri sebagai pengarang karya. Royalti kecil memang bisa membuat frustasi, tapi bukan berarti itu akhir cerita.

Dengan negosiasi cerdas, pemilihan jalur penerbitan alternatif, strategi pemasaran proaktif, dan pemahaman regulasi pajak, kamu punya banyak ruang untuk memutar keadaan.

Kalau kamu tertarik mendalami layanan penerbitan yang memberikan royalti adil, transparansi laporan, dan dukungan promosi, kamu bisa lihat bagaimana Nasmedia atau mitra penerbit yang mendukung penulis bisa jadi opsi.

Semangat terus mencipta dan memperjuangkan karya, karena karya hebat pantas dihargai setimpal.

Share

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on telegram
Lia Amelia
Lia Amelia
Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Negeri Makassar yang memiliki minat pada literatur dan budaya. Aktif sebagai anggota Hipermawa sejak 2022, terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung pendidikan dan pengembangan masyarakat, dan senang menulis diary.
Artikel Terkait