Hikmah Wardani
Hikmah Wardani
Menekuni Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris sejak tahun 2022. Berkeinginan untuk mengembangkan kemampuan menulis dan berbagi cerita melalui kata-kata.

5 Kesalahpahaman Umum Tentang Hak Cipta yang Harus Kamu Tahu

Daftar Isi

Pendahuluan

Banyak penulis pemula yang semangat ingin menerbitkan buku, tetapi masih bingung dengan persoalan hak cipta.

Tidak jarang, kebingungan ini berujung pada kesalahpahaman yang bisa merugikan mereka sendiri.

Misalnya, ada penulis yang baru saja menyelesaikan novel fantasi, lalu panik karena merasa idenya “dicuri” ketika melihat orang lain menulis cerita dengan tema serupa.

Padahal, ada perbedaan besar antara melindungi ide dan melindungi karya yang sudah dituangkan dalam bentuk nyata.

Nah, agar kamu tidak kebingungan, mari kita bahas bersama-sama.

Kali ini, kita akan mengulas 5 kesalahpahaman umum tentang hak cipta yang harus kamu tahu, sekaligus membantu kamu memahami mengapa perlindungan hak cipta sangat penting bagi karya kamu.

Apa itu Hak Cipta?

Dilansir dari KontrakHukum, hak cipta merupakan salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang meliputi bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Artinya, ketika kamu menulis buku, membuat lagu, atau membuat karya seni lainnya, karya tersebut langsung memiliki perlindungan hak cipta sejak pertama kali diciptakan.

Namun, agar perlindungan ini kuat secara hukum, kamu disarankan untuk mendaftarkan hak cipta tersebut secara resmi.

Dengan begitu, ketika ada pihak yang mencoba menjiplak karya kamu, kamu memiliki bukti legal untuk melindunginya.

Sekarang, mari kita lihat kesalahpahaman apa saja yang sering muncul seputar hak cipta.

5 Kesalahpahaman tentang Hak Cipta

1. Anda Dapat Memiliki Hak Cipta Atas Sebuah Tema atau Ide

Banyak penulis pemula yang mengira ide saja sudah cukup untuk bisa dilindungi oleh hak cipta.

Sayangnya, ini keliru, ya. Hak cipta tidak melindungi ide, melainkan karya yang sudah diwujudkan dalam bentuk nyata.

Contohnya, jika kamu punya ide untuk menulis novel fantasi tentang dunia sihir, ide itu tidak bisa diklaim sebagai milik pribadi.

Artiket Terkait:  Mengapa Semua Orang Bisa Menjadi Penulis?

Tetapi begitu kamu menuangkannya ke dalam tulisan, yang lengkap dengan alur, karakter, dan dialog, barulah karya tersebut memiliki perlindungan hak cipta.

Jadi, jangan takut kalau ada orang lain menulis cerita bertema serupa. Yang penting, cara anda mengeksekusi ide itulah yang unik dan dilindungi.

2. Biaya Pendaftaran Hak Cipta Sangat Mahal

Sebagian orang menganggap mendaftarkan hak cipta membutuhkan biaya besar, sehingga mereka menundanya atau bahkan mengabaikannya.

Padahal, biaya ini justru kecil daripada risiko kerugian akibat plagiarisme.

Bayangkan, kamu menulis buku selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, lalu tiba-tiba ada orang yang menjiplaknya tanpa izin.

Lebih repot lagi kalau buku tiruan itu laris manis di pasaran. Bukankah lebih mahal jika kehilangan hak atas karya kamu sendiri?

Kabar baiknya, sekarang banyak penerbit yang membantu pengurusan hak cipta dengan harga yang sepadan.

Misalnya, biaya pendaftaran yang awalnya Rp. 1,000,000, kini bisa menjadi Rp. 800,000 melalui Nasmedia.

Jadi, tidak ada lagi alasan untuk menunda perlindungan karya kamu.

3. Memakai “Poor Man’s Copyright” Dan Menganggapnya Sudah Cukup.

Di luar negeri, ada anggapan bahwa mengirimkan naskah ke diri sendiri lewat pos atau tindakan “poor man’s copyright” sudah cukup untuk membuktikan kepemilikan karya.

Caranya, mereka akan mengirim buku mereka ke alamat mereka sendiri, tapi tidak akan membuka nomor pos nya sebagai bukti tanggal terbit dan kepemilikan.

Indonesia tidak mengakui cara ini secara hukum, ya.

Jika terjadi sengketa hak cipta, bukti ini sering kali tidak cukup kuat di mata hukum.

Bandingkan dengan sertifikat resmi hak cipta yang dari pemerintah, jelas lebih sah dan bisa menjadi dasar perlindungan.

Jadi, jangan mengandalkan mitos ini, karena kamu seharusnya tidak mempertaruhkan keamanan karya kamu dengan cara yang lemah.

Artiket Terkait:  Konversi Karya Ilmiah Kamu Menjadi Buku Digital Ber-ISBN di Nasmedia!

4. Hanya Mengurus Hak Cipta Saat Butuh

Kesalahpahaman lain adalah kita butuh hak cipta hanya saat kasus plagiarisme atau pencurian karya terjadi.

Kamu harus mendaftarkan hak cipta begitu kamu selesai membuat naskah dan mempublikasikannya.

Ambil contoh dari seorang penulis yang sudah menyelesaikan naskah novel debutnya.

Jika ia menunggu sampai ada pihak tidak bertanggungjawab yang “mengganggu” karyanya sebelum mendaftarkan hak cipta, maka pihak itu akan memanfaatkan celah waktu untuk menjiplak dan menyebarkan karya si penulis.

Seandainya saja ia mendaftarkannya lebih awal, penulis itu seharusnya sudah menutup kemungkinan plagiarisme dan akan lebih aman kedepannya.

5. Menyamakan Hak Cipta, Hak Paten, dan Hak Merek

Banyak orang yang masih bingung membedakan hak cipta, hak paten, dan hak merek. Padahal, ketiganya sangat berbeda.

Contohnya, hak cipta melindungi sebuah novel fantasi, sedangkan hak paten melindungi teknologi e-reader untuk membaca buku digital bisa, dan hak merek mendaftarkan logo penerbit yang memproduksi novel tersebut.

Jadi, jangan sampai tertukar ya, agar kamu tahu perlindungan hukum mana yang tepat untuk bukumu.

Penutup

Itulah 5 kesalahpahaman umum tentang hak cipta yang harus kamu ketahui.

Semoga penjelasan ini membuat kamu lebih paham bahwa hak cipta bukan sekadar formalitas, melainkan perlindungan nyata bagi karya yang sudah kamu ciptakan dengan penuh usaha.

Daripada bingung dan berisiko besar menghadapi plagiarisme, lebih baik kamu segera mengurus hak cipta karyamu.

Artiket Terkait:  Kenali 6 Jenis Literasi yang Harus Dikuasai di Era Digital

Penerbit tepercaya Nasmedia membuat proses penerbitan buku menjadi lebih mudah, cepat, dan lebih terjangkau dari segi biaya.

Share

Share on facebook
Share on whatsapp
Share on telegram
Hikmah Wardani
Hikmah Wardani
Menekuni Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris sejak tahun 2022. Berkeinginan untuk mengembangkan kemampuan menulis dan berbagi cerita melalui kata-kata.
Artikel Terkait